Extama – Bank Indonesia (BI) bersama Universitas Bina Bangsa (UNIBA) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Kupas Tuntas Peredaran Uang Palsu di Indonesia: Tantangan dan Solusi” , pada Rabu (26/02/2025) pukul 08.00-12.00 WIB di Aula Gedung D, Lantai 6, Kampus A UNIBA.
Rektor UNIBA, M. Suparmoko, dalam sambutannya menyatakan bahwa persoalan peredaran uang palsu patut untuk didiskusikan terutama bagi mahasiswa yang kelak suatu saat menjadi calon-calon pemimpin penerus bangsa, ia juga mengaku sangat senang dengan adanya seminar nasional mengenai peredaran uang palsu.
“Saya sangat senang apabila mengenai mata uang karena saya biasa mengajar mata kuliah tentang mata uang di kelas dan untuk memahami tentang uang palsu akan dibahas di seminar ini,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten, Rawindra Ardiansah, mengajak mahasiswa untuk mempelajari metode deteksi uang palsu, tidak hanya secara teori tetapi juga praktik. Ia menegaskan bahwa Rupiah bukan sekedar alat pembayaran, namun juga merupakan simbol keberlangsungan dan identitas bangsa.
“Rupiah itu unik dibandingkan dengan mata uang negara lain. Rupiah bukan hanya sekadar alat pembayaran yang sah di negara kita, tapi Rupiah ini merupakan jati diri dari bangsa kita, itu merupakan simbol dari kedaulatan negara kita,” katanya.
Rawindra juga memastikan bahwa BI terus berkomitmen dalam pemberantasan uang palsu melalui kerja sama dengan pihak berwajib dan masyarakat. Ia mengimbau masyarakat agar tidak terlalu khawatir, mengingat data Bank Indonesia menunjukkan tren penurunan rasio uang palsu dalam beberapa tahun terakhir.
“Tahun 2024 kemarin, rasio peredaran uang palsu di Indonesia tercatat sebesar 4 PPM, artinya dalam satu juta uang yang beredar itu ada 4 lembar saja, ini kalau dilihat dari data temuan kami itu terus menurun dari waktu ke waktu. Dari data kami, saya melihat data dari tahun 2020 itu 9 PPM per satu juta, di tahun 2021 itu 7 PPM per satu juta, tahun 2022 dan 2023 itu 5 PPM per satu juta. Memang belum bersih tapi ini sudah menandakan penurunan yang signifikan,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi peredaran uang palsu, BI telah menyematkan 17 unsur pengaman pada mata uang Rupiah, yang terus diperbarui dengan teknologi terbaru dan material khusus.
“Kami dari BI senantiasa selalu mengupdate unsur pengamannya tadi sudah dijelaskan ada 17 unsur pengaman, baik untuk dilihat di raba itu kita tambahkan dan memang sangat sulit untuk di palsukan,” ujarnya saat diwawancarai.
“Kemudian juga ketika kita terawang itu ada gambar bolak-balik yang berpendar segala macam itu juga salah satu beberapa ya pengaman yang memang kami sematkan di uang kita, jadi satu atau dua saja sudah sulit apalagi ini kita sangat banyak, kita sematkan unsur pengaman baik dari bahannya dari yang terkandung di dalam teknologinya itu kita sematkan semua selalu kita perbaiki, untuk apa? Ya keandalan uang rupiah kita,” tambahnya.
Hingga saat ini, jumlah pasti uang palsu yang beredar sulit diprediksi. Namun, masyarakat bisa melakukan langkah pencegahan dengan menerapkan metode 3D ( Dilihat, Diraba, Diterawang ).
“Kita memang tidak bisa mengetahui jumlah pastinya, tetapi masyarakat harus memiliki kemampuan mendeteksi uang palsu. Metode 3D masih sangat efektif dalam membedakan uang asli dan palsu,” tegas Rawindra.
Peredaran uang palsu dapat menimbulkan dampak serius bagi perekonomian nasional, baik secara mikro maupun makro. Secara individu, masyarakat bisa mengalami kerugian finansial, sedangkan dalam skala besar, peredaran uang palsu dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan bahkan memicu inflasi.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak hanya memahami metode deteksi uang palsu, tetapi juga segera melaporkan kepada pihak yang berwenang jika menemukan indikasi peredaran uang palsu di sekitarnya. Langkah ini penting sebagai bentuk kepedulian bersama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan integritas mata uang Rupiah.
Author : Andrean
Editor : Ajeng