
Extama – Lewat tawa dan sindiran, mahasiswa Universitas Bina Bangsa (Uniba) berhasil menyuarakan keresahan rakyat di hadapan DPRD Kota Cilegon, Sabtu (20/9/2025).
Dalam rangka memperingati satu tahun masa jabatan dewan, DPRD Kota Cilegon bersama Standupindo Cilegon menggelar acara serap aspirasi yang dikemas melalui panggung stand up comedy bertajuk “Panggung Politik Lelucon Publik.”
Tidak hanya menyampaikan aspirasi, para komika juga membalut pesan mereka dengan humor segar yang mengundang tawa, sekaligus menyelipkan kritik satir terhadap para pejabat.
Lima komika tampil, salah satunya Muhammad Adnan Faidh, mahasiswa Uniba, yang mendapat kesempatan menyuarakan keresahan rakyat sekaligus menyampaikan kritik di hadapan anggota dewan.
Dalam aksinya, Adnan memanfaatkan berbagai atribut layaknya mahasiswa yang tengah berdemo. Ia mengenakan almamater, membawa pengeras suara, hingga mengoleskan odol di pipi sebagai simbol aksi mahasiswa.
“Karena kebetulan saya mahasiswa, jadi saya merepresentasikan diri sebagai mahasiswa. Mulai dari gimmick orasi sampai pakai odol di atas panggung, biar nuansanya kayak demo,” tutur Adnan.
Beberapa poin tuntutan ia sampaikan lewat materi stand up-nya. Di antaranya soal tuntutan “17 + 8” yang sudah melewati tenggat, kritik terhadap tunjangan pejabat, hingga realita getir guru honorer saat ini.
“Saya bilang minta kabulin tuntutan 17 + 8 karena sudah lewat deadline. Saya juga bahas kenapa tunjangan pejabat malah dinaikkan, bahkan ada yang minta kosan Rp3 juta per hari, sementara masih ada guru honorer yang gajinya cuma Rp300 ribu per tiga bulan,” ujarnya.
Adnan juga menyinggung isu tenaga kerja di Cilegon yang lebih banyak terserap dari luar daerah, sementara warga lokal justru lebih sering merasakan dampak negatif seperti kemacetan dan polusi debu.
“Ada satu materi saya yang bilang, kalau di Cilegon kebanyakan yang dapat kerja itu orang luar. Orang Cilegon sendiri cuma dapat macet sama debunya doang,” katanya.
Meski sempat merasa waswas karena materi yang cukup sensitif, Adnan mengaku lega setelah bisa menyampaikan keresahan masyarakat kepada dewan.
“Deg-degan, takut salah ngomong, takut nggak bisa mempertanggungjawabkan apa yang saya omongin. Karena saya rasa materi kritik saya cukup tajam, berdasarkan realita dan keresahan teman-teman sekitar juga,” ungkapnya.
Tidak banyak tanggapan dari pihak dewan, namun mereka tetap mencatat poin-poin yang disampaikan para komika.
“Intinya mereka tertawa, terhibur, dan Ketua DPRD merespons positif. Aspirasi kami para stand up comedian ditulis dan akan ditindaklanjuti,” pungkasnya.
Lewat tawa dan candaan, suara keresahan masyarakat khususnya warga Cilegon akhirnya tersampaikan dengan cara yang ringan, menghibur, namun tetap sarat makna.
Author : Rohman
Editor : Mercy