Kontroversi Ruu Polri yang Menjadikan Polri Lembaga Superbody

Extama – Kehebohan mengelilingi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengguncang jagat politik dan hukum Indonesia.

Munculnya RUU ini secara mendadak, di luar rencana awal yang tidak memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2024, telah memicu gelombang protes dari berbagai kalangan masyarakat sipil.

Isi dari RUU Polri yang diajukan ini menjadi sorotan utama. Draf RUU tersebut dinilai memberikan perluasan kewenangan yang sangat signifikan kepada Polri, mengubahnya menjadi sebuah lembaga superbody dengan kekuasaan yang sangat besar dalam penegakan hukum.

Hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga hukum lainnya dan melemahkan sistem checks and balances yang selama ini menjadi pilar penting dalam demokrasi.

Salah satu kekhawatiran terbesar adalah dampak RUU ini terhadap kebebasan berpendapat, khususnya di ruang publik digital. Beberapa pasal dalam RUU tersebut dinilai memberikan Polri kewenangan yang sangat luas dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas di media sosial, yang berpotensi membatasi ruang gerak masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan kritik.

Masyarakat berpendapat bahwa RUU Polri yang diajukan ini gagal menyentuh akar permasalahan yang selama ini menjadi sorotan terkait kinerja Polri. Alih-alih fokus pada upaya perbaikan internal, seperti peningkatan profesionalisme anggota, transparansi, dan akuntabilitas, RUU ini justru memberikan lebih banyak kekuasaan kepada Polri tanpa disertai dengan mekanisme pengawasan dan kontrol yang efektif.

Munculnya RUU Polri yang kontroversial ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap demokrasi Indonesia. Perluasan kewenangan Polri yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.

Menanggapi kontroversi ini, berbagai kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR untuk membuka ruang yang lebih luas bagi partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU Polri. Mereka meminta agar draf RUU dipublikasikan secara luas dan dilakukan diskusi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, ahli hukum, dan perwakilan masyarakat.

Author – (Khaishya/Ext) Editor – (Waty/Ext)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *