
Saat mendekati perayaan HUT RI yang ke-80, kami berharap mendengar berita positif dari pemerintah untuk rakyat kecil.
Namun apa yang kami terima? Kebijakan-kebijakan yang justru menekan masyarakat kecil.
Seiring bertambahnya usia bangsa, alih-alih menuju kemajuan dan kesejahteraan rakyat, arah yang jelas malah semakin menghilang.
Ribuan rekening dibekukan tanpa pemberitahuan,
PPATK bergerak dengan alasan melindungi kepentingan negara.
Masyarakat kecil terdiam, tabungan mereka seakan tidak bisa diakses,
Sementara para koruptor besar masih bebas berkeliaran.
“Mengelola untuk rakyat,” begitu kata mereka dalam setiap pidato,
Namun rekening para buruh pabrik juga ikut disita.
Klaim bahwa uang-uang yang disita adalah “uang nganggur,” apakah mereka tidak sempat berpikir bahwa tabungan bukanlah uang kosong?
Keadilan di Indonesia semakin tidak teratur, semua bisa berubah arah hanya dengan uang.
Mereka yang memiliki kekuasaan semakin menguat dan yang lemah semakin terdesak.
Pajak terus meningkat, dengan alasan untuk pembangunan,
Tapi jalanan rusak, fasilitas kesehatan kurang memadai.
PPN pada barang kebutuhan pokok dan PPh diperas habis,
Rakyat terpaksa ikhlas demi “kepentingan bangsa”.
Di mana janji-janji manis yang pernah diucapkan?
Kesejahteraan rakyat hanya sekadar retorika.
Orang kaya semakin melimpah dengan berbagai skema,
Orang miskin dipajaki hingga nafas terakhir mereka.
Negara seharusnya menjadi pelindung, bukan penghisap,
Keadilan seharusnya buta, bukan pandangan yang dikendalikan uang.
Namun kenyataannya berbicara berbeda dari yang dijanjikan,
Rakyat hanya menjadi sumber pajak, bukan warga negara yang dihargai.
Hingga kapan kita akan terdiam dalam kebohongan?
Hingga kapan kita akan menerima ketidakadilan?
Indonesia, oh Indonesia,
Kembalilah kepada cita-cita pendirianmu.
Jangan biarkan keadilan menjadi barang langka,
Yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang saja.
Ini adalah suara kami dari rakyat kecil untuk mereka yang mengaku memegang kendali negara.
Author : Winda