Extama – Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia. Salah satu kewajiban utama dalam bulan ini adalah menjalankan ibadah puasa, yang merupakan rukun Islam keempat. Setiap muslim yang telah memenuhi syarat yang diwajibkan untuk menunaikannya.
Namun, bagaimana sejarah awal puasa Ramadhan? Kapan perintah ini pertama kali diturunkan?
Sebelum datangnya Islam, berpuasa telah dikenal oleh berbagai umat terdahulu. Dalam tradisi masyarakat Arab sebelum Islam, ada kebiasaan berpuasa pada tanggal 10 Muharram (Hari Asyura).
Menurut Affandi Mochtar dan Ibi Syatibi dalam buku Risalah Ramadhan (2008), sebelum ayat turun yang diwajibkannya puasa Ramadhan, umat Islam biasa menjalankan puasa wajib pada Hari Asyura.
Tradisi ini juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari tersebut. Mereka berpuasa sebagai ucapan syukur atas keselamatan Nabi Musa dan Bani Israil dari serangan Raja Fir’aun.
Mengetahui hal itu, Nabi Muhammad SAW pun menganjurkan umat Islam untuk ikut berpuasa pada Hari Asyura sebagai bentuk rasa syukur. Jadi, puasa tersebut juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta pengikutnya.
Tepat setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah atau yang juga dikenal sebagai Al-Madinah Al-Munawwarah (Kota yang Bercahaya), pada bulan sya’ban tahun ke-2 Hijriyah (sekitar 624 Masehi). Perintah puasa ramadhan pertama kali diturunkan oleh Allah SWT.
Kewajiban ini terkandung dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa puasa bukanlah hal baru, melainkan sudah menjadi bagian ibadah oleh umat-umat terdahulu. Setelah itu baru puasa Ramadhan diwajibkan secara khusus untuk umat muslim di zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada awalnya, aturan puasa Ramadhan berbeda dengan yang kita kenal sekarang. Awalnya, umat Islam hanya diperbolehkan makan, minum, dan berhubungan dengan suami istri setelah berbuka hingga waktu shalat Isya atau sampai mereka tertidur. Jika seseorang tertidur setelah berbuka, ia tidak boleh makan atau minum lagi hingga waktu buka berikutnya.
Namun, aturan ini terasa berat bagi banyak umat Islam, sehingga Allah SWT menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 187 yang memberikan keringanan:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Ayat ini memberikan kelonggaran kepada umat Islam untuk makan, minum, dan berhubungan dengan suami istri sepanjang malam hingga waktu fajar. Dengan perubahan aturan ini, puasa menjadi lebih mudah dilakukan oleh umat Islam.
Hingga kini, puasa Ramadhan tetap menjadi ibadah wajib yang mendidik umat Islam untuk menahan hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Author : Sella
Editor : Ajeng