Mokel di Bulan Ramadan: Candaan atau Kebiasaan yang Harus Dihindari?

Extama – Bulan Ramadan selalu menjadi momen penuh berkah dan makna bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjalankan ibadah puasa, bulan suci ini juga menjadi waktu yang tepat untuk mempererat hubungan sosial, berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kualitas spiritual.

Namun, di tengah kesakralan Ramadan, muncul berbagai fenomena unik yang kerap menjadi bahan perbincangan. Salah satu istilah yang belakangan ramai diperbincangkan, terutama di kalangan anak muda, adalah “mokel”.

Istilah ini sering dijadikan candaan, tetapi di sisi lain, juga memunculkan banyak pertanyaan. Apa sebenarnya arti mokel? Dari mana asal-usulnya? Dan bagaimana Islam memandang fenomena ini?

Apa Itu Mokel?
Mokel adalah istilah gaul yang digunakan untuk menyebut tindakan membatalkan puasa sebelum waktunya, baik karena alasan tertentu maupun sekadar untuk bercanda.

Kata ini sering digunakan dalam obrolan santai, terutama di kalangan anak muda. Namun, pemakaian istilah ini tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman, bahkan kontroversi.

Banyak yang mengira mokel sama dengan membatalkan puasa tanpa alasan yang sah, padahal dalam beberapa kasus, orang yang mokel bisa saja memiliki alasan tertentu yang diperbolehkan dalam Islam.

Lalu, dari mana sebenarnya istilah ini berasal?

Asal Usul Kata Mokel
Mokel berasal dari bahasa Jawa, khususnya dialek yang berkembang di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam konteks budaya lokal, mokel merujuk pada seseorang yang sengaja tidak melanjutkan puasanya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat.

Selain di Jawa, istilah serupa juga ditemukan dalam bahasa Minangkabau dengan makna yang hampir sama. Orang Minang sering menggunakan istilah ini untuk menyebut seseorang yang tidak berpuasa karena alasan tertentu, baik karena sakit, pekerjaan yang berat, atau sekadar untuk bercanda.

Meskipun dalam pergaulan sehari-hari istilah ini sering digunakan secara santai, dalam ajaran Islam, membatalkan puasa tanpa alasan yang sah memiliki konsekuensi tersendiri.

Mokel dalam Konteks Sosial dan Makna Puasa
Bagi sebagian orang, mokel mungkin terdengar seperti candaan belaka. Namun, di balik itu, penting untuk memahami bahwa puasa bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan ibadah yang memiliki makna spiritual yang dalam.

Puasa adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah baligh dan mampu menjalankannya. Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, puasa melatih kesabaran, pengendalian diri, serta meningkatkan kesadaran spiritual kepada Allah SWT.

Karena itu, meskipun istilah mokel sering digunakan dalam obrolan sehari-hari, penting untuk tetap menghormati makna puasa dan tidak meremehkan ibadah ini.

Lalu, siapa saja yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa?

Siapa Saja yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa?
Meskipun puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban, ada beberapa kondisi yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. Namun, mereka tetap memiliki kewajiban untuk mengganti atau membayar fidyah sesuai ketentuan syariat.

Berikut adalah enam kategori orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa:

1. Perempuan yang Haid atau Nifas
Wanita yang sedang mengalami haid atau nifas tidak diwajibkan berpuasa dan harus menggantinya setelah Ramadan berakhir.

2. Orang yang Sakit dan Berisiko Bertambah Parah
Seseorang yang sedang sakit dan dikhawatirkan kondisinya memburuk jika berpuasa diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Mereka wajib menggantinya setelah sembuh, atau jika tidak mampu sama sekali, mereka diwajibkan membayar fidyah.

3. Musafir (Orang yang Bepergian Jauh)
Orang yang sedang dalam perjalanan jauh, yang memenuhi syarat untuk meng-qashar shalat, diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun, mereka harus menggantinya di lain waktu.

4. Orang yang Menghadapi Situasi Darurat
Seseorang yang terlibat dalam kondisi darurat—misalnya menolong korban kecelakaan atau bekerja dalam kondisi ekstrem—dapat meninggalkan puasa dan menggantinya setelah situasi memungkinkan.

5. Orang yang Menunda Qadha Puasa hingga Ramadan Berikutnya
Jika seseorang menunda qadha puasanya hingga Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah, mereka diwajibkan membayar fidyah sebagai pengganti.

6. Lansia yang Tidak Mampu Berpuasa
Orang tua yang sudah lanjut usia dan tidak memiliki kekuatan fisik untuk berpuasa diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah.

Selain kategori di atas, ada kondisi tertentu seperti seseorang yang lupa berniat puasa atau memiliki penyakit kronis yang hanya diwajibkan mengganti puasanya tanpa membayar fidyah.

Sementara itu, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak diwajibkan berpuasa karena mereka tidak dikenakan beban hukum dalam Islam (taklif).

Menghormati Makna Puasa dan Menghindari Candaan yang Berlebihan
Meskipun mokel sering dijadikan bahan candaan dalam percakapan sehari-hari, penting untuk tetap menghormati orang-orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh.

Setiap individu memiliki alasan masing-masing ketika tidak berpuasa, tetapi sebagai umat Muslim, kita harus memahami mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.

Istilah mokel memang viral, tetapi jangan sampai melupakan esensi utama dari Ramadan yakni memperkuat keimanan, memperbanyak ibadah, serta meningkatkan rasa empati kepada sesama.

Semoga Ramadan kali ini membawa berkah bagi kita semua, dan semoga kita mampu menjalankan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan serta kesabaran. Selamat menjalankan ibadah Ramadan!

Author : Alya
Editor : Khaishya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *